Oleh; Nabil Isnan Sutarno
Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi, atau yang lebih dikenal dengan Sam Ratulangi, merupakan salah satu tokoh dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Ia dikenal sebagai seorang politikus, jurnalis, pendidik, sekaligus pemikir humanis yang berpengaruh, meskipun tidak selalu mendapat sorotan sebesar tokoh-tokoh nasional lainnya.
Lahir di Sulawesi Utara, sejak kecil Sam Ratulangi sudah menunjukkan cita-cita besar. Ia sempat bermimpi menjadi “dokter Jawa” yaitu sebuah istilah yang pada saat itu mencerminkan cita-cita menjadi tenaga medis yang terdidik. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, ia merantau ke Batavia (sekarang Jakarta) guna melanjutkan pendidikan. Ia melanjutkan pendidikan ke Swiss dan belajar di tempat yang sama dengan tokoh ilmuwan besar dunia, Albert Einstein. Sam Ratulangi tercatat sebagai doktor pertama dari Hindia Belanda — sebuah prestasi yang menunjukkan tingginya kapasitas intelektualnya pada masa penjajahan.
Kehidupan politiknya dimulai ketika ia menjadi anggota Dewan Rakyat di Minahasa. Dalam perannya itu, Sam aktif menyuarakan gagasan-gagasan penting melalui tulisan-tulisan yang tersebar di berbagai media. Ia tak hanya seorang politisi, tetapi juga seorang penulis dan jurnalis kritis, yang kerap membuat prediksi mengenai situasi geopolitik dunia, termasuk ancaman peperangan dan arah perkembangan gerakan kebangsaan. Salah satu prediksi terkenalnya adalah bahwa Syarikat Islam akan menjadi kekuatan besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan hal ini terbukti benar.
Salah satu gagasan fundamental yang diusung Sam Ratulangi adalah prinsip “Sitou Timou Tumou Tou” yang berarti manusia memanusiakan manusia. Ini bukan sekadar slogan, melainkan sebuah pandangan hidup yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesetaraan. Melalui pendidikan, jurnalisme, dan politik, Sam berupaya menanamkan semangat itu dalam kehidupan berbangsa.
Namun yang menjadi pertanyaan dalam diskusi adalah: mengapa nama besar Sam Ratulangi tidak seterkenal tokoh-tokoh besar lainnya seperti Soekarno atau Hatta? Ada beberapa kemungkinan yang dapat menjelaskan hal ini. Pertama, perjuangan Sam lebih banyak dilakukan melalui jalur pemikiran, pendidikan, dan media bukan melalui perlawanan bersenjata atau kepemimpinan politik formal tingkat nasional. Kedua, pengakuan terhadap seorang tokoh seringkali sangat dipengaruhi oleh dinamika politik. Dalam sebuah negara, selalu ada koalisi dan oposisi, dan tokoh-tokoh yang tidak berada dalam arus besar kekuasaan sering kali tidak mendapat tempat dalam narasi sejarah arus utama.