Politik jalanan atau politik rakyat merupakan praktik politik di ranah publik yang melibatkan mobilisasi massa. Kehadirannya selalu ditandai dengan adanya massa, ruang publik sebagai arena, objek berupa kebijakan atau pemerintah, serta tuntutan yang ingin disampaikan. Politik jalanan biasanya muncul sebagai bentuk ketidakpuasan rakyat atau sebagai cara alternatif untuk menyuarakan aspirasi yang tidak tertampung oleh kanal formal.
Namun, kehadiran politik jalanan tidak dapat dilepaskan dari hubungan rakyat dengan negara, khususnya bagaimana negara melalui aparatnya memperlakukan masyarakat. Politik jalanan kerap menjadi pilihan terakhir ketika rakyat merasa negara tidak lagi menjalankan fungsi perlindungannya. Alih-alih menjadi pengayom, negara sering dipersepsikan semakin jauh dari rakyat, bahkan menghadirkan ancaman melalui aparat yang bertindak represif.
Akar dari fenomena ini berangkat dari kondisi ketika aparat, yang seharusnya bertugas mengayomi masyarakat, kehilangan fungsinya. Aparat justru berubah menjadi bengis dan represif, sehingga politik jalanan menjadi kalkulasi kekecewaan yang terakumulasi di tengah masyarakat. Negara pada dasarnya memiliki monopoli atas kekerasan yang sah, namun kekerasan ini seharusnya dipakai untuk melindungi masyarakat, bukan sebaliknya. Negara yang kuat memperoleh legitimasi dari rakyat, sementara negara yang lemah justru bertumpu pada kekerasan sebagai alat legitimasi.
Kondisi tersebut menimbulkan efek domino yang berbahaya, sebab legitimasi negara menjadi rapuh dan berdampak langsung pada menurunnya kepercayaan rakyat. Hal ini memunculkan pertanyaan, apakah politik jalanan dapat dipandang sebagai alternatif demokrasi atau justru sekadar pintu darurat? Jika rakyat mulai melihat aparat sebagai ancaman, maka negara sebagai pelindung akan goyah dan posisinya menjadi rentan.
Selain itu, politik jalanan hampir selalu berpotensi ditunggangi oleh kepentingan politik tertentu, karena banyak aktor yang beradu pengaruh di ruang tersebut. Meski demikian, kebangkitan demokrasi menuntut kita untuk menghadapi tantangan besar: bagaimana memastikan politik jalanan tidak berubah menjadi praktik kekerasan semata. Jalan keluarnya adalah mendorong DPR dan pemerintah agar lebih terbuka terhadap aspirasi masyarakat, sehingga politik jalanan dapat benar-benar menjadi alternatif demokrasi yang sehat, bukan sekadar ruang konflik.